Jumat, 23 November 2012

hubungan persepsi, sikap dan perilaku


HUBUNGAN PERSEPSI, SIKAP DAN PERILAKU


A.    Pengertian Persepsi Sosial
Menurut Brehm dan Kassin (1989), persepsi sosial adalah penilaian-penilaian yang terjadi dalam upaya manusia memahami orang lain. Tentu saja sangat penting, namun bukan tugas yang mudah bagi setiap orang. Tinggi, berat, bentuk tubuh, warna kulit, warna rambut, dan warna lensa mata, adalah beberapa hal yang mempengaruhi persepsi sosial. Contohnya di Amerika Serikat, wanita berambut pirang dinilai sebagai seorang yang hangat dan menyenangkan.

Brems & Kassin (dalam Lestari, 1999) mengatakan bahwa persepsi sosial memiliki beberapa elemen, yaitu:
a. Person, yaitu orang yang menilai orang lain.
b. Situasional, urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan pengalaman orang untuk meniiai sesuatu.
c. Behavior, yaitu sesuatu yang di lakukan oleh orang lain. Ada dua pandangan mengenai proses persepsi, yaitu:
     1.) Persepsi sosial, berlangsung cepat dan otomatis tanpa banyak pertimbangan orang membuat kesimpulan tentang orang lain dengan cepat berdasarkan penampilan fisik dan perhatian sekilas.
    2.) Persepsi sosial, adalah sebuah proses yang kompleks, orang mengamati perilaku orang lain dengan teliti hingga di peroleh analisis secara lengkap terhadap person, situasional, dan behaviour.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu obyek yang merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan objek, kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap objek tersebut. Sejumlah informasi dari luar mungkin tidak disadari, dihilangkan atau disalahartikan. Mekanisme penginderaan manusia yang kurang sempurna merupakan salah satu sumber kesalahan persepsi (Bartol & Bartol, 1994).
    Persepsi sosial adalah suatu proses yang kita gunakan untuk mencoba mengetahui dan memahami orang lain.
Persepsi social dapat dilihat dari empat aspek :
  1. komunikasi nonverbal
  2. atribusi
  3. pembentukan kesan
  4. sejauh mana ketepatan persepsi social itu
B.     Pengertian Sikap

Sikap dan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap lingkungan hidup merupakan kunci utama dalam usaha meningkatkan kualitas lingkungan (Farhati, 1995). mengenai pembicaraan pengertian sifat, banyak pendapat dari para ahli
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. (Petty, cocopio, 1986 dalam Azwar S., 2000 : 6).
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Soekidjo Notoatmojo, 1997 : 130).
Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi (Heri Purwanto, 1998)
Azwar (1995), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak(unfavorable) pada objek tersebut.
Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chief, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang enghendaki adanya respon .
Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
C.    Pengertian Prasangka

Definisi klasik prasangka pertama kali diperkenalkan oleh psikolog dari Universitas Harvard, Gordon Allport, yang menulis konsep itu dalam bukunya, The Nature of Prejudice in 1954. Istilah itu berasal dari kata praejudicium, yakni pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu.
      Lanjut Allport, “Prasangka adalah antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau generalisasi yang tidak luwes. Antipati itu dapat dirasakan atau dinyatakan. Antipati bisa langsung ditujukan kepada kelompok atau individu dari kelompok tertentu. “Kata kunci dari definisi Allport adalah”antipati”, yang oleh Webster’s Dictionary disebut sebagai “perasaan negatif”. Allport memang sangat menekankan bahwa antipati bukan sekedar antipati pribadi, melainkanantipatikelompok.
      Johnson (1986) mengatakan, prasangka adalah sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan stereotip kita tentang anggota atau kelompok tertentu. Seperti halnya sikap, prasangka meliputi keyakinan untuk mengambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan. Prasangka yang berbasis ras kita sebut rasisme, sedangkan yang berdasarkan etnik kita sebut etnisisme.
     Menurut Jones (1986), prasangka adalah sikap antipati yang berlandaskan pada cara mengeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel. Kesalahan itu mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompoksendiri.
     Effendy (1981), sebagaimana dikutip Liliweri (2001), mengemukakan bahwa prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa- apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syakwasangka, tanpa menggunakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, sekali prasangka itu sudah mencekam, orang tidak akan dapat berpikir objektif, dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai secara negatif.
    Kata Allport, prasangka negatif terhadap etnik merupakan sikap antipati yang dilandasi oleh kekeliruan atau generalisasi yang tidak fleksibel, hanya karena perasaan tertentu dan pengalaman yang salah. Karena itu, menurut Allport, sejak dulu sampai sekarang, pengertian prasangka telah mengalamai transformasi. Pada mulanya, prasangka merupakan pernyataan yang hanya didasarkan pada pengalaman dan keputusan yang tak teruji terlebih dulu. Pernyataan itu bergerak pada skala kontinum,seperti suka/tidak suka atau mendukung /tidak mendukung terhadap sifat-sifat tertentu. Sekarang,pengertian prasangka lebih diarahkan pada pandangan emosional dan negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan kelompok sendiri.

D.    Pengertian Perilaku

     Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Soekidjo,N,1993 : 55)
Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangandariluarsubjektersebut.(Soekidjo,N,1993:58)
     Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.(Notoatmojo,S,1997:60)
     Perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat di pelajari. (Robert Kwik, 1974, sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo,S 1997)
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. (Sri Kusmiyati dan Desminiarti, 1990:1)
     Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. (Sunaryo, 2004 : 3)

E.     Kaitan Antara Persepsi, Sikap, Prasangka, dan Prilaku.
Persepsi, sikap, prasangka, dan prilaku saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Prasangka  adalah sikap yang terbentuk dan berawal dari persepsi. Jadi, prasangka sangat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek. Yang selanjutnya akan mempengaruhi seseorang dalam bersikap dan berprilaku terhadap sesuatu yang ada di lingkungannya.



Sumber bacaan :
Wawan, A & M, Dewi. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

teori teori interaksi sosial


TEORI-TEORI INTERAKSI SOSIAL
A.       Teori Perbandingan sosial
Teori ini di kemukakan oleh Festinger (1950, 1954). Pada dasarnya teori ini berpendapat bahwa proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan memebandingkan diri dengan orang lain.

1.      Dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan
Festinger mempunyai hipotesa bahwa setiap orang mempunyai dorongan (drive) untuk menilai pendapat dan kemampuan diri sendiri dengan cara membandingkan dengan pendapat atau kemampuan orang lain.
Akan tetapi Festinger mengingatkan bahwa dalam menilai kemampuan ada 2 macam situasi. Situasi pertama adalah dimana kemampuan orang dinilai berdasarkan ukuran yang objektif. Situasi kedua adalah situasi dimana kemampuan dinilai berdasarkan pendapat.

2.         Sumber-sumber penilaian
     Orang yang akan menggunakan ukuran-ukuran yang objektif (realitas obyektif) sebagai dasar penilaian-penilainnya selama ada kemungkina untuk melakuukan hal itu. Tetapi kalau kemungkinan itu tidak ada maka orang akan mempergunakan pendapat atau kemampuan orang lain sebagai ukuran.  Dari kenyataan ini Festinger sampai kepada hipotesisnya yang kedua yaitu bahwa jika tidak ada cara-cara yang nonsosial, maka orang akan mengunakan ukuran-ukuran yang melibatkan orang lain.

3.         Memilih orang untuk perbandingan
    Dalam membuat perbandingan dengan orang-orang lain, setiap orang mempunyai banyak pilihan. Tetapi setiap oarng cenderung memilih oarng-orang yang sebaya taua rekan-rekannya sendiri untuk dijadikan perbandingan.
   Hipotesa 3 : Kecendrungan untuk membandingkan diri dengan orang lain menurun jika perbedaan pendapat dengan orang lain itu meningkat.
   Corollary 3 A : Kalau ia boleh memilih, seseorang akan memilih oarng yang pendapat atau kemampuannya mendekati pendapat atau kemampuannya sendiri untuk dijadikan pembanding.
   Corollary 3 B : Jika tidak ada kemungkinan lain keculai membandingkan diri dengan pendapat atau kemampuan orang lain yang jauh berbeda, maka seseorang tidak akan mampu membuat penilaian yang tepat tentang pendapat atau kemajuannya sendiri.

4.         Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
   Festinger mengajukan hipotesis 4 sebagai berikut : Dalam hal ini perbedaan kemampuan, terdapat desaka untuk perubahan searah, yaitu perubahann ke atas, yang tidak terdapat dalam dalam hal perbedaan pendapat. Hipotesa 4 ini menurut Festinger setidak-tidaknya berlaku untuk masyarakat seperti di Amerika serikat dimana prestasi yang tinggi sangat dihargai.
  Hipotesa berikut adalh Hipotesa 5 : Ada faktor-faktor nonsosial yang menyulitkan atau tidak memungkinkan perubahan kemampuan pada seseorang, yang hampir-hampir tidak ada pada perubahan pendapat.

5.         Berhentinya perbandingan
Deriviasi D3 : Jika perbedaan pendapat atau kemampuan dengan orang-orang lain dalam kelompok terlalu besar, maka akan terdapat kecendrungan untuk menhentikan perbandingan-perbandingan.
Hipotesis 6 : sejauh perbandingan yang berkepanjangan dengan orang lain menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan, perhatian perbandingan akan diikuti oleh persaan bermusuhan dan kebencian.

6.         Desakan kearah keseragaman
Corollary 7 A : Desakan ke arah keseragaman pendapat atau kemampuan tergantung dari daya tarik kelompok itu.
Corollary 7 B : Desakan kearah kseragaman bervariasi, tergantung pada relevansi pendapat atau kemampuan bagi kelompok.
Hipotesis 8 : kecendrungan untuk memperkecil kemungkina perbandingan makin besar jika orang-orang yang pandangan atau kemampuannya berbeda dari diri tersebut, dianggap juga berbeda dalam sifat-sifat lain.

7.         Pengaruhnya terhadap pembentukan kelompok
·                Karena perbandingan hanya bisa terjadi dalam kelompok, maka untuk menilai diri sendiri orang terdorong untuk berkelompok dan menghubungkan dirinya sendiri dengan orang lain.
·                Kelompok yang paling memuaskan adalah yang pendapatnya paling dekat dengan pendapat sendiri.
  
8.         Konsekuensi-konsekuensi dari perbandingan yang dipaksakan 
 Jika perbedaan pendapat dalam kelompok terlalu besar, maka kelompok akan mengatur dirinya sedemikian rupa sehingga perbedaan-perbedaan itu dapat didekatkan dan perbandingan-perbandingan dapat dilakukan.


B.     Teori Inferensi Korespodensi
Teori ini dikembangkan oleh Jones & davis (1965). Teori ini pada dasarnya mencoba untuk menernagkan kesimpulan yang ditarik oleh seorang pengamat (perceiver) dari pengamatannya atas perilaku tertentu dari orang lain. Dengan perkataan lain pengamat mengadakan peramalan (inferences) terhadap niat (intention) orang lain dari perilaku orang lain tersebut.
Tesis utama dari teori ini adalah sebagai berikut : perkiraan tentang intensi dari suatu perbuatan tertentu bisa ditarik dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat dilakukan oleh si pelaku.

1.      Konsep Korespondensi
Istilah korespondensi digunakan oleh Jones & Davis jika suatau perilaku dari intensi yang mendasari tingkah laku itu diperkirakan sama.
Dengan perkataan lain, korespondensi dari hubungna anatara suatu perbuatan dan niat yang mendasari perbuatan itu akan meningkat jika si pengamat menilai bahwa ciri-ciri perilaku tersebut berbeda atau menyimpang dari ciri-ciri perilaku orang lain pada umumnya yang berada pada posisi yang sama.

2.      Tindakan dan Efek
Tindakan (act) oleh Jones &Davis diberi definisi yang luas, yaitu keseluruhan respons (reaksi) yang mencerminkan piligan si pelaku dan yang mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya.
Efek diartikan oleh Jones & Daivis sebagai perubahan-perubahan yang nyata yang dihasilkan oleh tindakan. Efek dari suatu tindakan bisa satu bisa bermacam-macam. Kalau suatu tindakan mempunyai efek ganda, maka inferensi akan jadi lebih sulit.

3.      Faktor-faktor yang menentukan korespondensi
·       Bila suatu tindakan mengakibatkan efek ganda, maka si pengamat pertama-tama memperkirakan bahwa ada beberapa efek tertentu yang lebih merupakan tujuan dari pelaku. Jika dari berbagai efek itu ternyata hanya satu yang dianggap merupakan tujuan pelaku oleh pengamat, maka ia dikatakan probabilitas.
·       Aspek lain dari proses interferensi adalah signifikansi dari efek tindakan yang menjadi tujuan kator bagi pengamat.

4.      Faktor-faktor yang menentukan assumed desirability
Assumed desirability adalah perkiraan pengamat bahwa perilaku tertentu akan dilakukan oleh orang-orang lain pada posisi perilaku dan bahwa pelaku mengharapkan efek yang tidak berbeda dari orang-orang lain pada posisinua.
Yang mempengaruhi assumed desirabillity adlah hal-hal seperti penampilan pelaku, stereotipi pengamat dan lain-lain.

5.         Memperhitungkan kebiasaan efek
Di atas telah disebutkan bahwa pengamat harus memperhitungkan apakah suatu efek biasa terjadi atau tidak bisa terjadi. Ada 2 masalh yang menyangkut proses memperhitungkan kebiasaan dari efek-efek :
·         Masalah yang menyangkut identifikasi dan penentuan biasa atau tidaknya efek-efek
·         Memilih efek-efek yang tida biasa dan memisahkanny dari efek-efek lain dari suatu tindakan tertentu.

6.      Korespondensi dan Keterlibatan Pribadi
Keterlibatan ini ada 2 macam yaitu : relevansi hedonik dan personalisme. Suatu tindakan mempunyai relevansi hedonik buat pengamat jika tindakan itu mendorong atau menghambat tercapainya tujuan-tujuan pengamat sendiri, jika tindakan itu menyenangkan atau mengecewakan pengamat.
Di lain pihak, suatu tindakan adalah personalistik jika pengmat merasa yakin bahwa dirinya sendirilah yang dijadikan sasaran dari tindakan termaksud.

C. Teori Atribusi Eksternal.
Teori atribusi eksternal adalah teori yang membahas tentang prilaku seseorang. Apakah itu di sebabkan karena faktor internal, misalnya sifat, karakter, sikap, dan sebagainya. Atau karena faktor eksternal, misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu. Sehingga pengamat dapat mengambil kesimpulan atas prilaku yang sedang di tampilkan orang lain. Ini berarti setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuan semu yang berusaha mencari sebab kenapa seseorang berbuat dengan cara tertentu.
Contoh:
Seorang siswa, yang bernama topan, bertengkar dengan seorang guru matematikanya, begitu pula dengan siswa lainnya. Hal ini menunjukkan konsensus yang tinggi. Topan pernah juga bertengkar dengan guru matematika itu sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsistensi yang tinggi. Kemudian topan tidak bertengkar dengan guru lainnya , Topan hanya bertengkar dengan guru matematikanya saja. Maka kita akan menyimpulkan bahwa Topan marah kepada guru matematikanya itu karena ulah gurunya sendiri, bukan karena watak topan yang pemarah. Ini sebagai salah satu contoh atribusi eksternal yang merupakan proses pembentukan kesan berdasarkan kesimpulan yang kita tafsirkan atas kejadian yang terjadi.
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is probably the most influential contemporary theory with implications for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.
Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”? (Kelly 1973)
·         Komponen dan Karakteristik Atribusi
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (weiner, 1982 hal 204).
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi.
     Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni :
1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang berasal di lingkungan kita.
2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.
3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun factor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya.
Merupakan factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol , misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.
Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk factor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau bernasib buruk.
Menurut Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat factor yakni antara lain :
1. Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan factor eksternal yang sebgaian besar di luar pembelajaran control.
3. Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil dimana peserta didik dapat latihan banyak control.
4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan control sangat kecil.
Untuk memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian, Weiner menunjuk dua dimensi yaitu :
a. Dimensi internal-eksternal sebagai sumber kausalitas
b. Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas

D. Teori Penilaian Sosial.
Teori penilaian sosial adalah suatu teori yang memusatkan bagaimana kita membuat penilaian tentang opini atau pendapat yang kita dengar dengan melibatkan ego dalam pendapat tersebut. 

Teori ini dikemukakan oleh Sherif dan Hovland (1961)mencoba menggabungkan sudut pandangan psikologi, sosiologi dan antropologi.mereka mengatakan bahwa dalil yan mendasar dari teorinyaini adalah oan yang membentuk situasi yang penting buat dirinya. Jadi ia tidak ditentukan oleh factor intern (sikap, situasi dan motif) maupun ekstern (obyek, orang-orang dan lingkungan fisik). Interaksi dan factor intern dan ekstern inilah yang menjadi kerangka acuan dari setiap perilaku. Pasokan-[sokan inilah yang dianalisis oleh Sherif dalam teorinya dan dicari sejah mana pengaruhnya terhadap penilaian social dilakukan oleh individu.
Jadi teori penilaian social ini khususnya mempelajari proses psikologis yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Anggapan dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia membuat deskripsi dan kategorisasi khusus. Dalam kategorisasi manusia melakukan perbandingan-perbandingan diantara berbagai alternatifyang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus yang dating dari luar.
      Oleh karena itu kita harus memahami penilaian social dari segi
 Dalam hal ini bagaimana terjadinya penilaian pada diri individu, Sherf mengemukakan bahwa dalam percobaannya dia memerikkan sejumlah benda dan setiap benda itu menyatakan mana yang lebih berat dan mana yang lebih ringan. Disitlah jelas sifat yang akan dinilai dan makin jelas patokan-patokan yang akan disusun agar penilaiana makin mantap. Misalnya orang diberikan barang/benda yang dapat ditimabang yang beratnya bervariasi antara 5-100gram. Dan orang percobaan tersebut disuruh menetapkan 50gram.sebagai patokannya, maka menggolongkan benda yang brat dan yang ringan ini.stabil. sebaliknya kalau sifat yang ditimbang itu meragukan dantidaka ada patokan jelas, maka penilaian akan labil.
B. Efek asimilsi dan kontras
      Dalam kehidupan sehari-hari, kadang orang-orang haruse menggunakan patokan-patokan diluar batas-batas yang diberikan oleh stimulus yang ada. Efek dari patokan ini bergantung dari jauh dekatnya patokan dari stimulus. Jadi penilaian yang mendekati patokan disebut asimilasi. Yaitu patokan yang dimasukkan kedalam rangkaian stimulus dalam batas rangkaian stimulus diperbesar. Sehingga mencakupi paotkan. Dan penilaian yang menyalahi patokan disebut kontras.
C. Garis lintang penerimaan, penolakan dan ketidakterlibatan
           Perbedaan akan variasi antara individu akan mendorong timbulnyakonsep-konsep tentang garis-garis lintang. Garis lintang penerimaan adalah rangakaian posisi sikap yang dapat diberikan , diterima dan ditolerir oleh indivudu. Garis lintang penolakan adalah rangkaian posisi sikap yang dapat tidak diberikan , tidak dapat diterima dan tidak bias ditolerir oleh indivudu. Garis lintang ketidak terlibatan adalah posisi-posisi yang termasuk dalam lintang yang pertama. Jari garis-garis lintang ini akan menentukan sikap indiviru terhadap pernyataan dalamsituasitertentu.
D.Pola  penerimaan dan penolakan
         Jika seorang individu melibatkan sendiri dalam situasi yang dinilainya sendirimaka ia akan menjadi patokan. maka makin tinggi ia terliat makin tinggi pula dan sedikait hal-hal yang ditermanya. Sebalikanya ambang penolakan semakin rendah sehingga makin banyak hal-halyangtidakbiasditerimanya.
E. Penilaian social dan penilaian sikap
Komunikasi menurut Sherif dan holand bisamendekatkan sikap individu dengansikap orang lain.tetapi bias juga menjahui orang lain. Hal ini tergantung dari posisi awal tersebut terhadap individu lain. Jika posisi awal mereka saling berdekatan, komunikasi akan semakin memperjelas persamaan-persamaan diantara mereka dan sehingga terjadilah pendekatan. Tetapi sebaliknya, jika posisi awal saling berjauhan, maka komuniksi akan mempertegas perbedaan dan posisi mereka akan saling menjahui.


Sumber bacaan :
Sarlito W.Sarwono. 2008. Teori-Teori Psikologi Sosial. Rajawali Pers. Jakarta.