TEORI-TEORI
INTERAKSI SOSIAL
A.
Teori
Perbandingan sosial
Teori ini di kemukakan
oleh Festinger (1950, 1954). Pada dasarnya teori ini berpendapat bahwa proses
saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial
ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation) dan kebutuhan ini dapat
dipenuhi dengan memebandingkan diri dengan orang lain.
1. Dorongan
untuk menilai pendapat dan kemampuan
Festinger mempunyai hipotesa bahwa
setiap orang mempunyai dorongan (drive) untuk menilai pendapat dan kemampuan diri
sendiri dengan cara membandingkan dengan pendapat atau kemampuan orang lain.
Akan tetapi Festinger mengingatkan
bahwa dalam menilai kemampuan ada 2 macam situasi. Situasi pertama adalah
dimana kemampuan orang dinilai berdasarkan ukuran yang objektif. Situasi kedua
adalah situasi dimana kemampuan dinilai berdasarkan pendapat.
2.
Sumber-sumber penilaian
Orang yang akan menggunakan ukuran-ukuran
yang objektif (realitas obyektif) sebagai dasar penilaian-penilainnya selama
ada kemungkina untuk melakuukan hal itu. Tetapi kalau kemungkinan itu tidak ada
maka orang akan mempergunakan pendapat atau kemampuan orang lain sebagai
ukuran. Dari kenyataan ini Festinger
sampai kepada hipotesisnya yang kedua yaitu bahwa jika tidak ada cara-cara yang
nonsosial, maka orang akan mengunakan ukuran-ukuran yang melibatkan orang lain.
3.
Memilih orang untuk perbandingan
Dalam membuat perbandingan dengan
orang-orang lain, setiap orang mempunyai banyak pilihan. Tetapi setiap oarng
cenderung memilih oarng-orang yang sebaya taua rekan-rekannya sendiri untuk
dijadikan perbandingan.
Hipotesa 3 : Kecendrungan untuk
membandingkan diri dengan orang lain menurun jika perbedaan pendapat dengan
orang lain itu meningkat.
Corollary 3 A : Kalau ia boleh memilih,
seseorang akan memilih oarng yang pendapat atau kemampuannya mendekati pendapat
atau kemampuannya sendiri untuk dijadikan pembanding.
Corollary 3 B : Jika tidak ada kemungkinan
lain keculai membandingkan diri dengan pendapat atau kemampuan orang lain yang
jauh berbeda, maka seseorang tidak akan mampu membuat penilaian yang tepat
tentang pendapat atau kemajuannya sendiri.
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan
Festinger mengajukan hipotesis 4 sebagai
berikut : Dalam hal ini perbedaan kemampuan, terdapat desaka untuk perubahan
searah, yaitu perubahann ke atas, yang tidak terdapat dalam dalam hal perbedaan
pendapat. Hipotesa 4 ini menurut Festinger setidak-tidaknya berlaku untuk
masyarakat seperti di Amerika serikat dimana prestasi yang tinggi sangat
dihargai.
Hipotesa berikut adalh Hipotesa 5 : Ada
faktor-faktor nonsosial yang menyulitkan atau tidak memungkinkan perubahan
kemampuan pada seseorang, yang hampir-hampir tidak ada pada perubahan pendapat.
5.
Berhentinya perbandingan
Deriviasi D3 : Jika
perbedaan pendapat atau kemampuan dengan orang-orang lain dalam kelompok
terlalu besar, maka akan terdapat kecendrungan untuk menhentikan
perbandingan-perbandingan.
Hipotesis 6 : sejauh
perbandingan yang berkepanjangan dengan orang lain menimbulkan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan, perhatian perbandingan akan
diikuti oleh persaan bermusuhan dan kebencian.
6.
Desakan kearah keseragaman
Corollary 7 A : Desakan
ke arah keseragaman pendapat atau kemampuan tergantung dari daya tarik kelompok
itu.
Corollary 7 B : Desakan
kearah kseragaman bervariasi, tergantung pada relevansi pendapat atau kemampuan
bagi kelompok.
Hipotesis 8 :
kecendrungan untuk memperkecil kemungkina perbandingan makin besar jika
orang-orang yang pandangan atau kemampuannya berbeda dari diri tersebut, dianggap
juga berbeda dalam sifat-sifat lain.
7.
Pengaruhnya terhadap pembentukan
kelompok
·
Karena perbandingan hanya bisa terjadi
dalam kelompok, maka untuk menilai diri sendiri orang terdorong untuk
berkelompok dan menghubungkan dirinya sendiri dengan orang lain.
·
Kelompok yang paling memuaskan adalah
yang pendapatnya paling dekat dengan pendapat sendiri.
8.
Konsekuensi-konsekuensi dari
perbandingan yang dipaksakan
Jika perbedaan pendapat dalam kelompok terlalu
besar, maka kelompok akan mengatur dirinya sedemikian rupa sehingga
perbedaan-perbedaan itu dapat didekatkan dan perbandingan-perbandingan dapat
dilakukan.
B. Teori Inferensi Korespodensi
Teori ini dikembangkan oleh Jones &
davis (1965). Teori ini pada dasarnya mencoba untuk menernagkan kesimpulan yang
ditarik oleh seorang pengamat (perceiver) dari pengamatannya atas perilaku
tertentu dari orang lain. Dengan perkataan lain pengamat mengadakan peramalan
(inferences) terhadap niat (intention) orang lain dari perilaku orang lain
tersebut.
Tesis utama dari teori ini adalah
sebagai berikut : perkiraan tentang intensi dari suatu perbuatan tertentu bisa
ditarik dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat
dilakukan oleh si pelaku.
1. Konsep
Korespondensi
Istilah korespondensi digunakan
oleh Jones & Davis jika suatau perilaku dari intensi yang mendasari tingkah
laku itu diperkirakan sama.
Dengan perkataan lain,
korespondensi dari hubungna anatara suatu perbuatan dan niat yang mendasari
perbuatan itu akan meningkat jika si pengamat menilai bahwa ciri-ciri perilaku
tersebut berbeda atau menyimpang dari ciri-ciri perilaku orang lain pada
umumnya yang berada pada posisi yang sama.
2. Tindakan
dan Efek
Tindakan (act) oleh
Jones &Davis diberi definisi yang luas, yaitu keseluruhan respons (reaksi)
yang mencerminkan piligan si pelaku dan yang mempunyai akibat (efek) terhadap
lingkungannya.
Efek diartikan oleh
Jones & Daivis sebagai perubahan-perubahan yang nyata yang dihasilkan oleh
tindakan. Efek dari suatu tindakan bisa satu bisa bermacam-macam. Kalau suatu
tindakan mempunyai efek ganda, maka inferensi akan jadi lebih sulit.
3. Faktor-faktor
yang menentukan korespondensi
· Bila
suatu tindakan mengakibatkan efek ganda, maka si pengamat pertama-tama
memperkirakan bahwa ada beberapa efek tertentu yang lebih merupakan tujuan dari
pelaku. Jika dari berbagai efek itu ternyata hanya satu yang dianggap merupakan
tujuan pelaku oleh pengamat, maka ia dikatakan probabilitas.
· Aspek
lain dari proses interferensi adalah signifikansi dari efek tindakan yang
menjadi tujuan kator bagi pengamat.
4. Faktor-faktor
yang menentukan assumed desirability
Assumed desirability adalah
perkiraan pengamat bahwa perilaku tertentu akan dilakukan oleh orang-orang lain
pada posisi perilaku dan bahwa pelaku mengharapkan efek yang tidak berbeda dari
orang-orang lain pada posisinua.
Yang mempengaruhi assumed
desirabillity adlah hal-hal seperti penampilan pelaku, stereotipi pengamat dan
lain-lain.
5.
Memperhitungkan kebiasaan efek
Di atas telah disebutkan bahwa
pengamat harus memperhitungkan apakah suatu efek biasa terjadi atau tidak bisa
terjadi. Ada 2 masalh yang menyangkut proses memperhitungkan kebiasaan dari
efek-efek :
·
Masalah yang menyangkut identifikasi dan
penentuan biasa atau tidaknya efek-efek
·
Memilih efek-efek yang tida biasa dan
memisahkanny dari efek-efek lain dari suatu tindakan tertentu.
6. Korespondensi
dan Keterlibatan Pribadi
Keterlibatan ini ada 2 macam yaitu
: relevansi hedonik dan personalisme. Suatu tindakan mempunyai relevansi
hedonik buat pengamat jika tindakan itu mendorong atau menghambat tercapainya
tujuan-tujuan pengamat sendiri, jika tindakan itu menyenangkan atau
mengecewakan pengamat.
Di lain pihak, suatu tindakan
adalah personalistik jika pengmat merasa yakin bahwa dirinya sendirilah yang
dijadikan sasaran dari tindakan termaksud.
C. Teori Atribusi Eksternal.
Teori atribusi eksternal adalah teori yang membahas tentang
prilaku seseorang. Apakah itu di sebabkan karena faktor internal, misalnya
sifat, karakter, sikap, dan sebagainya. Atau karena faktor eksternal, misalnya
tekanan situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan
perbuatan tertentu. Sehingga pengamat dapat mengambil kesimpulan atas prilaku
yang sedang di tampilkan orang lain. Ini berarti setiap individu pada dasarnya
adalah seorang ilmuan semu yang berusaha mencari sebab kenapa seseorang berbuat
dengan cara tertentu.
Contoh:
Seorang siswa, yang bernama topan, bertengkar dengan seorang guru matematikanya, begitu pula dengan siswa lainnya. Hal ini menunjukkan konsensus yang tinggi. Topan pernah juga bertengkar dengan guru matematika itu sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsistensi yang tinggi. Kemudian topan tidak bertengkar dengan guru lainnya , Topan hanya bertengkar dengan guru matematikanya saja. Maka kita akan menyimpulkan bahwa Topan marah kepada guru matematikanya itu karena ulah gurunya sendiri, bukan karena watak topan yang pemarah. Ini sebagai salah satu contoh atribusi eksternal yang merupakan proses pembentukan kesan berdasarkan kesimpulan yang kita tafsirkan atas kejadian yang terjadi.
Seorang siswa, yang bernama topan, bertengkar dengan seorang guru matematikanya, begitu pula dengan siswa lainnya. Hal ini menunjukkan konsensus yang tinggi. Topan pernah juga bertengkar dengan guru matematika itu sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsistensi yang tinggi. Kemudian topan tidak bertengkar dengan guru lainnya , Topan hanya bertengkar dengan guru matematikanya saja. Maka kita akan menyimpulkan bahwa Topan marah kepada guru matematikanya itu karena ulah gurunya sendiri, bukan karena watak topan yang pemarah. Ini sebagai salah satu contoh atribusi eksternal yang merupakan proses pembentukan kesan berdasarkan kesimpulan yang kita tafsirkan atas kejadian yang terjadi.
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution
theory is probably the most influential contemporary theory with implications
for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling
berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan
bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan
gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan
untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan
gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan
penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori
belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup
popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.
Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu
kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian
atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang
memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari
penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada
bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”?
(Kelly 1973)
·
Komponen dan Karakteristik Atribusi
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa
komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah
laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah
bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak
menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh
hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan
orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (weiner, 1982 hal 204).
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah
laku. Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan
pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi
tertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun
hasil tindakan yang diharapkan terjadi.
Menurut teori
atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga
karakteristik, yakni :
1. Penyebab
keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita
mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki
asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang berasal di
lingkungan kita.
2. Penyebab
keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil.
Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama
jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.
3. Penyebab
keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali.
Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri
kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun factor tak terkendali adalah
salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya.
Merupakan
factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha
dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol ,
misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil
jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai
factor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat
abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita
lakukan.
Secara
umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka
cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi
ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk factor-faktor
dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau
bernasib buruk.
Menurut
Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat factor yakni
antara lain :
1. Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative
stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan
factor eksternal yang sebgaian besar di luar pembelajaran control.
3. Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil
dimana peserta didik dapat latihan banyak control.
4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta
didik latihan control sangat kecil.
Untuk
memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian, Weiner menunjuk dua
dimensi yaitu :
a.
Dimensi internal-eksternal sebagai
sumber kausalitas
b.
Dimensi stabil-tidak stabil sebagai
sifat kausalitas
D. Teori Penilaian Sosial.
Teori penilaian sosial adalah suatu teori yang memusatkan
bagaimana kita membuat penilaian tentang opini atau pendapat yang kita dengar
dengan melibatkan ego dalam pendapat tersebut.
Teori
ini dikemukakan oleh Sherif dan Hovland (1961)mencoba menggabungkan sudut
pandangan psikologi, sosiologi dan antropologi.mereka mengatakan bahwa dalil
yan mendasar dari teorinyaini adalah oan yang membentuk situasi yang penting
buat dirinya. Jadi ia tidak ditentukan oleh factor intern (sikap, situasi dan
motif) maupun ekstern (obyek, orang-orang dan lingkungan fisik). Interaksi dan
factor intern dan ekstern inilah yang menjadi kerangka acuan dari setiap
perilaku. Pasokan-[sokan inilah yang dianalisis oleh Sherif dalam teorinya dan
dicari sejah mana pengaruhnya terhadap penilaian social dilakukan oleh
individu.
Jadi teori penilaian social ini khususnya mempelajari proses psikologis yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Anggapan dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia membuat deskripsi dan kategorisasi khusus. Dalam kategorisasi manusia melakukan perbandingan-perbandingan diantara berbagai alternatifyang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus yang dating dari luar.
Oleh karena itu kita harus memahami penilaian social dari segi
Dalam hal ini bagaimana terjadinya penilaian pada diri individu, Sherf mengemukakan bahwa dalam percobaannya dia memerikkan sejumlah benda dan setiap benda itu menyatakan mana yang lebih berat dan mana yang lebih ringan. Disitlah jelas sifat yang akan dinilai dan makin jelas patokan-patokan yang akan disusun agar penilaiana makin mantap. Misalnya orang diberikan barang/benda yang dapat ditimabang yang beratnya bervariasi antara 5-100gram. Dan orang percobaan tersebut disuruh menetapkan 50gram.sebagai patokannya, maka menggolongkan benda yang brat dan yang ringan ini.stabil. sebaliknya kalau sifat yang ditimbang itu meragukan dantidaka ada patokan jelas, maka penilaian akan labil.
B. Efek asimilsi dan kontras
Jadi teori penilaian social ini khususnya mempelajari proses psikologis yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Anggapan dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia membuat deskripsi dan kategorisasi khusus. Dalam kategorisasi manusia melakukan perbandingan-perbandingan diantara berbagai alternatifyang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus yang dating dari luar.
Oleh karena itu kita harus memahami penilaian social dari segi
Dalam hal ini bagaimana terjadinya penilaian pada diri individu, Sherf mengemukakan bahwa dalam percobaannya dia memerikkan sejumlah benda dan setiap benda itu menyatakan mana yang lebih berat dan mana yang lebih ringan. Disitlah jelas sifat yang akan dinilai dan makin jelas patokan-patokan yang akan disusun agar penilaiana makin mantap. Misalnya orang diberikan barang/benda yang dapat ditimabang yang beratnya bervariasi antara 5-100gram. Dan orang percobaan tersebut disuruh menetapkan 50gram.sebagai patokannya, maka menggolongkan benda yang brat dan yang ringan ini.stabil. sebaliknya kalau sifat yang ditimbang itu meragukan dantidaka ada patokan jelas, maka penilaian akan labil.
B. Efek asimilsi dan kontras
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang orang-orang haruse menggunakan
patokan-patokan diluar batas-batas yang diberikan oleh stimulus yang ada. Efek
dari patokan ini bergantung dari jauh dekatnya patokan dari stimulus. Jadi
penilaian yang mendekati patokan disebut asimilasi. Yaitu patokan yang
dimasukkan kedalam rangkaian stimulus dalam batas rangkaian stimulus
diperbesar. Sehingga mencakupi paotkan. Dan penilaian yang menyalahi patokan
disebut kontras.
C. Garis lintang penerimaan, penolakan dan ketidakterlibatan
C. Garis lintang penerimaan, penolakan dan ketidakterlibatan
Perbedaan akan variasi antara
individu akan mendorong timbulnyakonsep-konsep tentang garis-garis lintang.
Garis lintang penerimaan adalah rangakaian posisi sikap yang dapat diberikan ,
diterima dan ditolerir oleh indivudu. Garis lintang penolakan adalah rangkaian
posisi sikap yang dapat tidak diberikan , tidak dapat diterima dan tidak bias
ditolerir oleh indivudu. Garis lintang ketidak terlibatan adalah posisi-posisi
yang termasuk dalam lintang yang pertama. Jari garis-garis lintang ini akan
menentukan sikap indiviru terhadap pernyataan dalamsituasitertentu.
D.Pola penerimaan dan penolakan
D.Pola penerimaan dan penolakan
Jika seorang individu melibatkan
sendiri dalam situasi yang dinilainya sendirimaka ia akan menjadi patokan. maka
makin tinggi ia terliat makin tinggi pula dan sedikait hal-hal yang ditermanya.
Sebalikanya ambang penolakan semakin rendah sehingga makin banyak
hal-halyangtidakbiasditerimanya.
E. Penilaian social dan penilaian sikap
E. Penilaian social dan penilaian sikap
Komunikasi menurut Sherif dan holand
bisamendekatkan sikap individu dengansikap orang lain.tetapi bias juga menjahui
orang lain. Hal ini tergantung dari posisi awal tersebut terhadap individu
lain. Jika posisi awal mereka saling berdekatan, komunikasi akan semakin
memperjelas persamaan-persamaan diantara mereka dan sehingga terjadilah
pendekatan. Tetapi sebaliknya, jika posisi awal saling berjauhan, maka
komuniksi akan mempertegas perbedaan dan posisi mereka akan saling menjahui.
Sumber bacaan :
Sarlito
W.Sarwono. 2008. Teori-Teori Psikologi
Sosial. Rajawali Pers. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar